Teori tentang nilai ( AKSIOLOGI )
Disusun oleh: FADHEL MAHMED AZZUHDI
I.
ABSTRAK
1.
Latar Belakang
Di
dalam dunia pendidikan, kita tidak akan terlepas dari yang namanya “ Ilmu “,
dimana ilmu merupakan pokok terpenting didalam kelangsungan sebuah pendidikan
yang sistematis dan terorganisir.
Dan
diantara banyak nya ilmu di dunia pendidikan yakni salah satunya adalah ilmu
yang berkaitan dengan yang namanya “ filsafat “.
Dan
di dalam filsafat itu sendiri ada yang kita kenal dengan namanya “ ontologi,
epistimologi dan ontologi “ jadi kita selaku manusia yang duduk di dalam sistem
pendidikan, maka kita haruslah paham dengan yang namanya hal tersebut, maka
dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sedikit penjelasan tentang bagian
dari filsafat yaitu aksiologi.
2.
Pokok permasalahan
Adapun
yang dijadikan pokok permasalahn didalam makalah ini adalah menjelaskan tentang
apa itu aksiologi, dan apa saja yang terkandung didalamnya serta apa hakikat
atau tujuan dari aksiologi tersebut.
II.
PENDAHULUAN
1.
Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur penyusun ucapkan
ke hadirat Allah SWT karena berkat nikmat, rahmat dan karunia terutama nikmat
kesehatan, keselamatan dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang ada di hadapan kita kini. Serta shalawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi dan Rasul sekalian alam, Nabi besar Rasulullah Muhammad SAW karena
atas syiar Islam nya di muka bumi ini akhirnya membawa perubahan ilmu pengetahuan
dari sebelumnya di zaman jahiliah menjadi zaman yang terang benderang dengan
ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Adapun
melalui makalah ini akan dipaparkan beberapa topik dan materi yang diambil dari
sumber-sumber referensi sebagai salah satu
sumber bacaan dan juga sebagai bentuk tugas mata kuliah filsafat ilmu yang
akan memasuki tahapan pembelajaran yang selanjutnya. Apabila di dalam makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan atau kesalahan dalam penulisan, maka kami
dari pihak penyusun tetap membuka lebar atas kritikan dan saran agar ke
depannya dapat menjadi evaluasi bagi penyusun dalam penulisan makalah yang
selanjutnya.
2.
Latar belakang penulisan makalah
Adapun yang menjadi latar belakang dalam penulisan makalah ini
ialah dimana rasa keingintahuan tentang ilmu serta memerikan sebuah referensi
bacaan bagi pembaca terkusus dibidang aksiologi, kemudia ialah karena beban
yang penulis ampu dari mata kuliah filsafat ilmu yang merupakan tugas individu
yang diberikan oleh dosen.
3.
Rumusan masalah
Dan
adapun yang menjadi rumusan masalah kita pada muatan makalah ini ialah :
1)
Apa itu teori tentang nilai?
2)
Bagaimana cara menilai ?
3)
Apa saja nilai didalam aksiologi ?
4)
Apa hakikat dari nilai
tersebut ?
4.
Kerangka teori
III.
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
aksiologi
1.
Secara Bahasa
dan Istilah
Aksiologi
berasal dari kata Yunani kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti
nilai dan kata logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai
dan juga dipahami sebagai teori nilai.
Pengertian
aksiologi yang terdapat di dalam buku Jujun S. Suriasumantri yang berjudul filsafat
ilmu sebuah pengantar populer mengatakan bahwa aksiologi diartikan sebgai
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari berbagai
pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh atau yang didapat dari manusia.
Dari
segi bahasa, kata “ nilai “ semakna dengan kata axios dalam bahasa
Yunani, dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku Enciclopedy of
Philosophy, istilah “ nilai “ atau value dibagi menjadi tiga bentuk,
yaitu :
·
Kata “ nilai “
digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti : baik, menarik, dan bagus. Yang
dalam pengertian yang lebih luas mencangkup segala bentuk kewajiban, kebenaran
dan kesucian. Sebagai kata benda asli yang berbeda dengan fakta.
·
Kata “ nilai “
digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika kita berkata sebuah “
nilai “ atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering kali dipakai untuk merujuk
pada suatu yang bernilai, seperti
ungkapan “ nilai dia berapa “ atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia
berlawanan dengan apa – apa yang tidak dianggap baik atau tidak bernilai.
·
Kata “ nilai
“ digunakan sebagai kata kerja. Seperti
ungkapan atau ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Pada bentuk
ini, nilai sinonim dengan kata “ evaluasi “
pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai.[1]
Beberapa
definisi tentang aksiologi, diantaranya :
1.
Aksiologi berasal dari perkataan axios
(yunani) yang berarti nilai ,dan logos yang berarti teori ,jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai.
2.
Sedangkan aksiologi yang terdapat
didalam bukunya Jujun S. Suriasumanti filsafat ilmu sebuah pengantar populer
bahwa aksiologi diartikan sebaagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuanyang
diperoleh.
3.
Menurut Bramel ,aksiologi terbagi dalam
tiga bagian,pertama moral conduct,yaitu tindakan moral ,bidang ini melahirkan disiplin khusus
yakni etika . kedua estetik ekspressions yaitu ekspresi keindahan.bidang ini
melahirkan keindahan. Ketiga,sosio-political lite,yaitu kehidupan sosial
politik,yang akan melahirkan filsafat sosio politik.
4.
Dalam encyclopedia of philoshopy
dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation, ada tiga bentuk
value dan valuation.
a. Nilai
,digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih
sempit,baik,menarik,dan bagus.sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban ,kebenaran dan kesucian .penggunaan nilai yang lebih
luas,merupakan kata benda asli untuk kritik atau predikat pro dan
kontra,sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta.teori
nilai atau aksiologi adalah etika.lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai
beberapa tujuan,sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu
menjadi menarik,sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah
karya seni ,sebagi nilai instrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri
,sebagai nilai konstributor atau nilai yang merupakanpengalaman yang memberikan
konstribusi.
b. Nilai
sebagai kata benda konkrit contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai nilai,ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai
,seperti nilainya,nilai dia,dan system
nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa apa yang memiliki nilai atau
bernilai sebagai mana berlawanan dengan apa apa yang tidak dianggap baik atau
bernilai.
c. Nilai
juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,member nilai,dan
dinilai.menilai umumnya sinonim dengan evvaluasi ketika hal twrsebut secara
aktif digunakan untuk menilai perbuatan.dewey membedakan dua hal tentang menilai,ia
bisa berarti menghargai dan mengealuasi.
Dari definisi-definisi mengenai
aksiologii diatas,terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah
mengenai nilai.nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.[2]
Aksiologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan tenteng orientasi atau nilai suatu
kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat menjadi sarana
orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental,
yakni bagaimana manusia harus hidup dan bertindak? Teori nilai atau aksiologi
ini kemudian melahirkan etika dan estetika. Dengan kata lain, aksiologi adalah
ilmu yang menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu. Secara
moral dapat dilihat apakah nilai dan kegunaan ilmu itu berguna untuk
peningkatan kualitas kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia atau tidak.
Nilai-nilai (values) bertalian dengan apa yang memuaskan keinginan atau
kebutuhan seseorang, kualitas dan harga sesuatu, atau appreciative responses.
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka
memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu
terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Ilmu pengetahuan itu hanya alat (means) dan bukan tujuan (ends).
Substansi ilmu itu bebas nilai (value-free), tergantung pada
pemakaiannya. Karena itu, sangat dikhawatirkan dan berbahaya jika ilmu dan
pengetahuan yang saraf muatan negatif dikendalikan atau jatuhnya ke orang-orang
yang berakal picik, sempit, dan sektarian; berjiwa kerdil, kumuh dan jahat,
bertangan besi dan kotor. Sekarang coba kita lihat, di berbagai bidang terjadi
krisis. Ketidakberdayaan, kemerosotan, kebodohan, keresahan, kemiskinan,
kesakitan, keterbelakangan, ketidakpercayaan, dan lainnya sebagai dampak missmanagement,
missdirection, missmanipulation, dan lain sebagainya.
Tujuan dasarnya adalah menemukan kebenaran atau fakta “yang ada”
atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah. [3]
Aksiologi ( teori tentang
nilai ) sebagai filsafat membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan manusia.
Aksiologi ilmu ( nilai kegunaan ilmu )
meliputi nilai-nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan.
Aksiologi menjawab, untuk
apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut edngan kaidah - kaidah moral ? bagaimana penentuan
objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan oerasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral ?
Scheleer dan Langeveld ( wiramihardja, 2006 : 155-157 ) memberikan
defenisi tentang akksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi
dengan prasyiology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih
sering dikontraskan dengan diontologi, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik
secara moral. Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas
dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai
dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah
bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan jelek.[4]
2.
Menurut Para
Ahli
Terlepas
dari asal kata aksiologi, berikut penulis paparkan beberapa pendapat para pakar
mengenai defenisi aksiologi :
a.
Menurut
Wibisono, aksiologi adalah nilai – nilai sebagai tolok ukur kebenaran, etika
dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu, juga merupakan bagian dari filasafat yang menaruh tentang baik dan buruk,
benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan
suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
b.
Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
c.
Menurut
Syafaruddin aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun
serta hikmah pengetahuan tersebut untuk
kemaslahatan manusia.[5]
d.
Adapun
Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu
etika dan estetika.
e.
Kattsoff ( 2004
: 319 ) mendefenisikan aksiologi sebagai
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan. Kattsoff ( 2004 : 323). [6]
Dan dalam Kamus
Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika.
Dari
defenisi-defenisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika.
Landasan
aksiologi adalah hubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi
kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapa disumbangkan ilmu terhadap
pengembangan ilmu itu dalam menigkatkan kualitas hidup manusia.
Pada dasarnya
ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal
ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam menigkatkan taraf
hidup manusia dengan memerhatikan kordat manusia, martabat manusia, dan
kelestarian manusia.
B.
Cara Orang
Menilai
Ada
tiga cara orang umum menilai suatu pendapat atau pernyataan. Pertama, ia
menilai berdasarkan ketidak tauannya tentang itu, ketidak tauannya itulah yagn
dijadikan ukuran. Kedua, meniali dengan menggunakan pendapatnya sebagai
ukuran. Ketiga, menilai dengan
menggunakan pendapat umumnya pakar sebagai alat ukur.
Sebagai
contoh, ada orang mengatakan bahwa jin dapat disuruh. Orang tipe pertama
lansung menyatakan “ itu tidak mungkin “ dan alasannya ialah memang ia tidak
tau bahwa jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ketidak tauaanya ( dalam hal ini
bahwa jin dapat disuruh ) yang dijadikan alasan menolak pernyataan itu. Aneh
kan? Menolak pendapat pendapat dengan alasan ketidak tauhan bahwa iitu memang
begitu.
Sebenarnya
bila kita tidak tau hanya ada dua hal yagn layak dilakukan, pertama, diam,
kedua, mempelajarinya.
Tipe
kedua mengadakan studi tentang jin. Hasil yang ia peroleh menyatakan bahwa jin
memang tidak dapat disuruh. Nah, pendapatnya inilah yang dijadikan alasan
menolak pernyataan tadi ( jin dapat disuruh ). Cara kedua ini pun masih lemah.
Lemah, karena ia sebenarnya tidak punya alasan, mandat, untuk menggunakan
pendaptnya sebgai pengukur kebenaran suatu pernyataan. Dus, ia
berpendapat berdasarkan pendapatnya. Tipe ketika adalah golongan yang sedikit, mereka
mempelajari pendapat para ahli bidang jin. Mereka kumpulkan pendapat para pakar
jin itu. Berdasarkan pendapat pakar pada umumnya mereka menerima atau menolak
pernyataan bahwa jin dapat disuruh.
Jadilah
orang tipe pertama : diam. Jadilah tipe kedua : mempelajarinya. Terbaik :
jadilah tipe ketiga, yaitu mempelajarinya secara luas dan mendalam, lantas
mengemukakan pendapat berdasrkan pendapat para pakar pada umumnya dalam bidang
itu. [7]
C.
Nilai dalam aksiologi
Berbicara mengenai dengan aksiologi maka berbicara nilai dan nilai.
Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu :
1.
Etika
a.
Defenisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang
berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari
bahasa Latin mores , kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan.[8]
Di dalam etika tanggung
jawab sosial seseorang ilmuan bukan bukan lagi memberikan informasi namun
memberikan contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana harus bersikap obyektif,
terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, dan kalau perlu
berani mengakui kesalahan.[9]
Etika
adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas masalah- masalah moral. Kajian
etika lebih terfokus pada prilaku, norma dan adat istiadat yang berlaku pada
komunitas tertentu. Etika merupakan cabang filsafat tertua karena ia telah
menjadi kajian menarik sejak masa Sokrates dan para kaum sophis. Di situlah
dipersoalakan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagainya.
Jadi, tema sentral yang menjadi pembicaraan dalam etika adalah nilai tentang
betul dan salah dalam arti moral dan immoral. Etika juga dikenal sebagai satu
cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia, dengan penekanan yang baik
dan yang buruk. Jika permasalahan jatuh pada “ tindakan” maka etika disebut
sebagai filsafat praktis, sedangkan jika jatuh pada baik-buruk maka etika
disebut filsafat normatif.
b.
Objek Etika
Objek
etika adalah pernyatan- pernyataan moral yang merupakan perwujutan dari pandangan-pandangan
dan persoalan- persoalan dalam bidang moral. Kalau dilihat, pernyataan moral
pada dasarnya hanya dua macam pernyataan :
1) Pernyataan tentang tindakan manusia.
2) Pernyataan tentang manusia itu sendiri atau tentang unsur-unsur
kepribadian manusia, seperti motif-motif, maksud dan watak.
c.
Aliran dalam
Etika
Dalam
filsafat etika muncul beberapa aliran yang merupakan prestasi atau hasil akal
para kaum filsafat, dan diantara aliran tersebut ada enam paling terkenal,
yaitu :
1)
Naturalisme
Aliran
ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan menurutkan panggilan
natur ( fitrah ) dari kejadian manusia itu sendiri. Pebuatan yang baik menurut
aliran ini ialah perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai
fitrah lahir ataupun batin.
Cara
pemikirannya tentang etika dalam aliran ini adalah sebagai berikut : didalam
dunia ini segala sesuatu menuju satu tujuan saja. Dengan memenuhi panggilan
naturnya masing-masing mereka menuju kebahagiaan yang sempurna. Benda mati dan
tumbuhan menuju pada tujuan itu secara otomatis yakni tampa pertimbangan atau
perasaan. Kalau hewan-hewann menuju tujuan dengan nalurinya maka manusia menuju
tuuaannya itu dengan akal.
2)
Hedonisme
Menurut
aliran ini perbuatan yang baik ( susila ) itu adalah perbuatan yang menimbulkan
hedone ( kenikmatan atau kelezatan ). Dan contoh terkenal dari aliran ini
adalah etika kaum epikurisme. ( mashab Epikuros dibangun oleh Epikuros :
341-270 SM ).
Meurut
epikuros semua manusia ingin mencapai kelezatan ( hidone ). Begitu juga hewan
ingin mencapai kelezatan. Dan semua didorong oleh watak manusia dan bukan
disebabkan oleh pelajaran atau pemikiran akal. Dan karena semua sudah menjadi
watak ( tabiat ) manusia ingin kepada kelezatan itu, maka diteruskan tujuan
hidup manusia semua adalah mencari kelezatan. Dan karena kelezatan merupaka
tujuan, maka semua jalan yang mencampai kepadanya adalah hal suatu yang utama
atau berharga. Akal, pengetahuan serta kebijaksanaan dianggap keutamaan karena
mereka juga jalan menuju kelezatan itu.
Kita
tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang lezat adalah baik, tetapi
menurut Epikuros sebenarnya setiap yang lezat adalah baik. Dan semua jalan
kepadanya juga baik.
3)
Utilitarisme
Aliran
ini juga dinamakan utilisme atau utilitarianilisme. Semua ditarik dari utility
yang berarti manfaat. Defenisinya, aliran utilitarisme ialah aliran yang
menilai baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya
bagi manusia.
4)
Idialisme
Aliran
idialisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam dari
kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah etika
aliran idialisme ini berpendapat bahwa pebuatan manusia haruslah tidak terikat
pada sebab musabab lahir tetapi setia pebuatan manusia haruslah terikat pada
prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
Contoh
yang terbaik dari aliran ini adalah ajaran kantianisme ( ajaran Immanuel Kant,
1725-1804 ). Dalam hal etika Kant mempergunakan akal praktis. Akal yang praktis
ini artinya dalam etika ialah akal yang menjadi pedoman untuk bertindak (
praktik ) sehari-hari untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat.
5)
Vitalisme
Aliran
ini menilai baik buruknya pebuatan manusia memekai ukuran ada tidaknya daya
hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut
aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan melangsungkan
kehendak yang berkuasa dan sanggup mengendalikan dirinya selalu ditaati oleh
orang-orang yang lemah.
6)
Taeologis
Aliran
ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia itu diukur
dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak. Amal
perbuatan baik menurut aliran ini ialah amal perbuatan yang sesuai dengan
perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab suci. Sedang perbuatan-perbuatan yang
buruk ialah bertentangan dengan perintah Tuhan atau mengerjakan
larangan-larangan Tuhan.
2.
Estetika
a.
Defenisi
Estetika
Berasal dari bahasa Yunani aisthetika pertama kali digunakan
oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu
tentang hal yang biasa dirasakan lewat perasaan. Estetika adalah salah satu
cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan sebagai
ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana
seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi yang mempelajari
nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen
dan rasa.
Menurut Plato keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak
pernah berubah. Bagi Plotinus keindahan itu merupakan pancaran akal ilahi. Bila
yang hakikat ( ilahi ), ia menyatakan dirinya atau memancarkan sinar atau dalam
realitas penuh, maka itulah keindahan.
b.
Prinsip
estetika
Prinsip estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan pada
antikuitas Hellenistik secar umum. Pada prinsip ini diberikan sebagai perinsip
bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan sensus mengenal kesatuan
dalam kemajemukan.
c.
Kosnep estetika
Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan
istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada deskripsi
dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek, suatu
kejadia artistik dan estetik.
d.
Macam-macam
estetika
Menurut
Kattsoff macam estetika atau keindahan dibagi atas dua macam, yaitu :
1)
Keindahan
sebagai rasa nikmat yang diobjektivasikan
Sebebnarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Sesungguhnya yang dinamakan warna
sebuah objek ialah cara kita memberikan reaksi terhadap suatu rarngsangan. Kiranya
pasti mudah dimengerti bahwa rasa nikma atau rasa sakit bersifat subjektif,
karena kedua macam rasa tersebut tidak akan dimengerti secara masuk akal
sebagai kualitas-kualitas yang terdapat pada objek yang lain. Tetapi orang
dapat bayangkan keindahan yang terdapat pada objek yang lain. Artinya orang
dapat memproyeksikan perasaannya, karena keindahan bersangkutan dengan rasa nikmat.
Sesungguhnya
terdapat banyak rasa nikmat yang bukan merupakan bagian dari citra kita
mengenai sesuatu objek, dan untuk membedakan antara rasa nikmat yang merupakan
bagian dari citra mengenai suatu objek dan rasa nikmat yang bukan bagian dari
citra maka diguakan kata ‘ keindahan’. Menurut Santayana “ keindahan merupakan
rasa nikmat yang dianggap sebagai kualitas barang sesuatu. “ akibatnya, tidak
mungkin ada keindahan yang terpisahkan dari pemahaman kita mengenai objek yang
merupakan keindahan yaitu rasa nikmat tidak akan bermakna jika tidak dialami.
2)
Keindahan
sebagai objek tangkapan akali
Sebagai
berikut :
a)
Keindahan
menimbulkan kesenangan pada akal
Ialah
keindahan sesuatu objek yang dapat menimbulkan kesenangan pada akal, yang
semata-mata karena keadaan sebagai objek tangkapan akali.
b)
Akal tercermin
dalam keindahan
Akal
senantiasa gelisah apabila menyadari bahwa dirinya kurang sempurna. Berdasarkan
anggapan tersebut, maka salah satu syarat keindahan ialah harus ada keutuhan
atau kesempurnaan.
c)
Keindahan ialah
bentuk
Keindahan
ialah bentuk yang menimbulkan kesenangan pada akal. Untuk mudahnya dapat
dikatakan bahwa didalam bentuk terpancar pada materi, yang bersifat seimbang,
tertib , dan sempurna itulah akal menemukan diri sendiri. [10]
D.
Hakikat Nilai
. Kattsoff ( 2004 : 323 ) menyatakan bahwa pertanyaaan mengenai hakikat nilai dapat
dijawab dengan dua macam cara yaitu :
·
Subyektifitas
yaitu nilai sepenuhnya berhakikat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini,
nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya
tergantung dari pengalaman. Suatu nilai menjadi suatu yang subyektif apabila
subyek berperan dalam memberikan penilaian, dengan demikian selalu
memperhatikan berbagai kesadaran manusia yang menjadi tolak ukur penilaian,
dengan demikian selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
manusia seperti perasaan yang mengarah suka dan tidak suka atau senang dan
tidak senang.
·
Obyektifitas
dikatakan obyektif jika nilai tidak tergantung pada subyek atau kesadaran dalam
menilai tolak ukur pada suatu gagasan berada pada obyeknya bukan pada subyeknya
yang melakukan penilaian. Obyektifitas yang logis yaitu nilai merupakan
kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang
dan waktu. Nilai-nilai tersebut
merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Dimana seorang ilmuan
harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran bersifat
idiologis, agama, dan budaya, berbeda dengan Obyektivisme pada masa sekarang
dimana semuaanya dipertanyaakan dengan keadaan sebenarnya karena ilmu sangat
berbeda sekali dengan fakta, yang
bersifat obyektif dan netral tetapi imu adalah fakta dan penjelasan seseorang
ilmuan. Dalam hal ini diduga adanya kesadaran keilmuan baik yang berasal dari
idiology, budaya, lingkungan social maupun agama.[11]
Nilai
itu obyektif atau kah subyektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan
yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subyektif,apabila subjek sangat
berperan dalam segala hal,kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau
eksistensinya,maknanya dan vvaliditasnya tergantung pada reaksi subjek yang
melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau
fisis . dengan demikian ,nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia ,seperti perasaan intelektualitas dan
hasil nilaai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang
atau tidak senang ,misalnya seseorang melihat matahari yang sedang terbenam di sore
hari ,akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karna melihat
betapa indahnya matahari terbenam itu .ini merupakan nilai yang subjektif dari
seseorang dengan orang lain akan memliki kualitas yang berbeda .
Nilai itu objektif,jika
ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.nilai objektif
muncul karna adanya pandangan dalam filsafat tentang objektifisme. Objektifisme
ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,sesuatu yang
memiliki kadarr secara realitas benar benar ada ,misalnya kebenaran tidak
tergantung pada pendapat individu ,melainkan pada objektifitas fakta,kebenaran.
Nilai
dalam ilmu pengetahuan . seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topic
penelitiannya,bebas dalam melakukan eksprimen-eksperimen.kebebasan inilah yang
nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya.[12]
IV.
KESIMPULAN
Aksiologi berasal dari kata Yunani kuno, terdiri dari kata aksios
yang berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori
nilai.
para
pakar mengenai defenisi aksiologi :
a.
Menurut
Wibisono, aksiologi adalah nilai – nilai sebagai tolok ukur kebenaran, etika
dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu, juga merupakan bagian dari filasafat yang menaruh tentang baik dan buruk,
benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan
suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
b.
Menurut
Suriasumantri aksiologi adalah nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
c.
Menurut
Syafaruddin aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun
serta hikmah pengetahuan tersebut untuk
kemaslahatan manusia.[13]
d.
Adapun
Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu
etika dan estetika.
e.
Kattsoff ( 2004
: 319 ) mendefenisikan aksiologi sebagai
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan. Kattsoff ( 2004 : 323). [14]
Ada
tiga cara orang umum menilai suatu pendapat atau pernyataan. Pertama, ia
menilai berdasarkan ketidak tauannya tentang itu, ketidak tauannya itulah yagn
dijadikan ukuran. Kedua, meniali dengan menggunakan pendapatnya sebagai
ukuran. Ketiga, menilai dengan
menggunakan pendapat umumnya pakar sebagai alat ukur.
Berbicara mengenai dengan aksiologi maka berbicara nilai dan nilai.
Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu :
1.
Etika
a.
Defenisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang
berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari
bahasa Latin mores , kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan.[15]
2.
Estetika
b.
Defenisi
Estetika
Berasal
dari bahasa Yunani aisthetika pertama kali digunakan oleh filsuf
Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal
yang biasa dirasakan lewat perasaan. Estetika adalah salah satu cabang filsafat
yang berkaitan dengan seni.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Adib Muhammad,
Filsafat Ilmu, yogyakarta, pustaka
pelajar, 2014
Albani Muhammad Nasution Syukri,
Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri,
beberapa catatan ajar dan book review, Medan, Citapustaka media, 2013.
Albani
Muhammad Nasution Syukri, dan Haris Muhammad Rizki, Filsafat Ilmu, Depok, rajawali pers, 2017
Bakhtiar Amsal, filsafat ilmu, Jakarta,
Rajawali pers, 2013
Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, Jakarta, CV
muliasari, 2014
Tafsir Ahmad, Filsafat
Ilmu mengurai ontologi, epistimologi, dan aksiologi pengetahuan, Bandung,
remaja rosdakarya
[1]
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, (
Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm.85-86
[2]
Amsal Bakhtiar, filsafat ilmu, ( Jakarta, Rajawali pers, 2013 ) hal
164-165
[3]
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, ( yogyakarta, pustaka pelajar, 2014 ) hlm.
76-77
[4] Muhammad
Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya
Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,( Medan,
Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[5] Muhammad
Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok,
rajawali pers, 2017 ) hlm. 86
[6]
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat
ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,(
Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[7]
Ahmad Tafsir,Filsafat Ilmu mengurai ontologi, epistimologi, dan aksiologi
pengetahuan, ( Bandung, remaja rosdakarya, 2016 ) hlm. 106-107
[8]
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, (
Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm 87
[9]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, ( Jakarta,
CV muliasari, 2014 ) hal 244
[10]
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, (
Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm. 85-96
[11]
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat
ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,(
Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67-68
[12] Amsal
Bakhtiar, filsafat ilmu, ( Jakarta, Rajawali pers, 2013 ) hal 166
[13]
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, (
Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm. 86
[14]
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat
ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,(
Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[15]
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, (
Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar