Senin, 08 Juli 2019

Teori tentang nilai ( AKSIOLOGI )



Teori tentang nilai ( AKSIOLOGI )
Disusun oleh: FADHEL MAHMED AZZUHDI
       I.            ABSTRAK
1.      Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan, kita tidak akan terlepas dari yang namanya “ Ilmu “, dimana ilmu merupakan pokok terpenting didalam kelangsungan sebuah pendidikan yang sistematis dan terorganisir.
Dan diantara banyak nya ilmu di dunia pendidikan yakni salah satunya adalah ilmu yang berkaitan dengan yang namanya “ filsafat “.
Dan di dalam filsafat itu sendiri ada yang kita kenal dengan namanya “ ontologi, epistimologi dan ontologi “ jadi kita selaku manusia yang duduk di dalam sistem pendidikan, maka kita haruslah paham dengan yang namanya hal tersebut, maka dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sedikit penjelasan tentang bagian dari filsafat yaitu aksiologi.
2.      Pokok permasalahan
Adapun yang dijadikan pokok permasalahn didalam makalah ini adalah menjelaskan tentang apa itu aksiologi, dan apa saja yang terkandung didalamnya serta apa hakikat atau tujuan dari aksiologi tersebut.
    II.            PENDAHULUAN
1.      Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim, Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat nikmat, rahmat dan karunia terutama nikmat kesehatan, keselamatan dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang ada di hadapan kita kini. Serta shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul sekalian alam, Nabi besar Rasulullah Muhammad SAW karena atas syiar Islam nya di muka bumi ini akhirnya membawa perubahan ilmu pengetahuan dari sebelumnya di zaman jahiliah menjadi zaman yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Adapun melalui makalah ini akan dipaparkan beberapa topik dan materi yang diambil dari sumber-sumber referensi sebagai  salah satu sumber bacaan dan juga sebagai bentuk tugas mata kuliah filsafat ilmu yang akan memasuki tahapan pembelajaran yang selanjutnya. Apabila di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan atau kesalahan dalam penulisan, maka kami dari pihak penyusun tetap membuka lebar atas kritikan dan saran agar ke depannya dapat menjadi evaluasi bagi penyusun dalam penulisan makalah yang selanjutnya.

2.      Latar belakang penulisan makalah
Adapun yang menjadi latar belakang dalam penulisan makalah ini ialah dimana rasa keingintahuan tentang ilmu serta memerikan sebuah referensi bacaan bagi pembaca terkusus dibidang aksiologi, kemudia ialah karena beban yang penulis ampu dari mata kuliah filsafat ilmu yang merupakan tugas individu yang diberikan oleh dosen.
3.      Rumusan masalah
Dan adapun yang menjadi rumusan masalah kita pada muatan makalah ini ialah :
1)      Apa itu teori tentang nilai?
2)      Bagaimana cara menilai ?
3)      Apa saja nilai didalam aksiologi ?
4)      Apa hakikat  dari nilai tersebut ?

4.      Kerangka teori









Text Box: Bahasa dan istilah








 



Text Box: Cara menilai


Text Box: Teori tentang nilai












 III.            PEMBAHASAN
A.    Defenisi aksiologi
1.      Secara Bahasa dan Istilah
Aksiologi berasal dari kata Yunani kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang  berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai.
Pengertian aksiologi yang terdapat di dalam buku Jujun S. Suriasumantri yang berjudul filsafat ilmu sebuah pengantar populer mengatakan bahwa aksiologi diartikan sebgai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari berbagai pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh atau yang didapat dari manusia.
Dari segi bahasa, kata “ nilai “ semakna dengan kata axios dalam bahasa Yunani, dan value dalam bahasa Inggris. Dalam buku Enciclopedy of Philosophy, istilah “ nilai “ atau value dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu :
             ·        Kata “ nilai “ digunakan sebagai kata benda abstrak. Seperti : baik, menarik, dan bagus. Yang dalam pengertian yang lebih luas mencangkup segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Sebagai kata benda asli yang berbeda dengan fakta.
             ·        Kata “ nilai “ digunakan sebagai kata benda konkret. Misalnya, ketika kita berkata sebuah “ nilai “ atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia sering kali dipakai untuk merujuk pada suatu yang bernilai,  seperti ungkapan “ nilai dia berapa “ atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia berlawanan dengan apa – apa yang tidak dianggap baik atau tidak bernilai.
             ·        Kata “ nilai “  digunakan sebagai kata kerja. Seperti ungkapan atau ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Pada bentuk ini,  nilai sinonim dengan kata “  evaluasi “  pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai.[1]


Beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya :
1.             Aksiologi berasal dari perkataan axios (yunani) yang berarti nilai ,dan logos yang berarti teori ,jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.
2.              Sedangkan aksiologi yang terdapat didalam bukunya Jujun S. Suriasumanti filsafat ilmu sebuah pengantar populer bahwa aksiologi diartikan sebaagai teori nilai yang berkaitan  dengan kegunaan dari pengetahuanyang diperoleh.
3.              Menurut Bramel ,aksiologi terbagi dalam tiga bagian,pertama moral conduct,yaitu tindakan  moral ,bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika . kedua estetik ekspressions yaitu ekspresi keindahan.bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga,sosio-political lite,yaitu kehidupan sosial politik,yang akan melahirkan filsafat sosio politik.
4.              Dalam encyclopedia of philoshopy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation, ada tiga bentuk value dan  valuation.
a.    Nilai ,digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit,baik,menarik,dan bagus.sedangkan dalam pengertian  yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban ,kebenaran dan kesucian .penggunaan nilai yang lebih luas,merupakan kata benda asli untuk kritik atau predikat pro dan kontra,sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta.teori nilai atau aksiologi adalah etika.lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan,sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik,sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni ,sebagi nilai instrinsik atau menjadi baik dalam dirinya sendiri ,sebagai nilai konstributor atau nilai yang merupakanpengalaman yang memberikan konstribusi.
b.      Nilai sebagai kata benda konkrit contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai nilai,ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai ,seperti nilainya,nilai dia,dan system  nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagai mana berlawanan dengan apa apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c.       Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,member nilai,dan dinilai.menilai umumnya sinonim dengan evvaluasi ketika hal twrsebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan.dewey membedakan dua hal tentang menilai,ia bisa berarti menghargai dan mengealuasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologii diatas,terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai.nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.[2]
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tenteng orientasi atau nilai suatu kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat menjadi sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup dan bertindak? Teori nilai atau aksiologi ini kemudian melahirkan etika dan estetika. Dengan kata lain, aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu. Secara moral dapat dilihat apakah nilai dan kegunaan ilmu itu berguna untuk peningkatan kualitas kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia atau tidak. Nilai-nilai (values) bertalian dengan apa yang memuaskan keinginan atau kebutuhan seseorang, kualitas dan harga sesuatu, atau appreciative responses.
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan  penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Ilmu pengetahuan itu hanya alat (means) dan bukan tujuan (ends). Substansi ilmu itu bebas nilai (value-free), tergantung pada pemakaiannya. Karena itu, sangat dikhawatirkan dan berbahaya jika ilmu dan pengetahuan yang saraf muatan negatif dikendalikan atau jatuhnya ke orang-orang yang berakal picik, sempit, dan sektarian; berjiwa kerdil, kumuh dan jahat, bertangan besi dan kotor. Sekarang coba kita lihat, di berbagai bidang terjadi krisis. Ketidakberdayaan, kemerosotan, kebodohan, keresahan, kemiskinan, kesakitan, keterbelakangan, ketidakpercayaan, dan lainnya sebagai dampak missmanagement, missdirection, missmanipulation, dan lain sebagainya.
Tujuan dasarnya adalah menemukan kebenaran atau fakta “yang ada” atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.  [3]
Aksiologi  ( teori tentang nilai ) sebagai filsafat membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan manusia. Aksiologi ilmu ( nilai kegunaan  ilmu ) meliputi nilai-nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan.
Aksiologi menjawab,  untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut edngan kaidah - kaidah moral ? bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan oerasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral ?
Scheleer dan Langeveld ( wiramihardja, 2006 : 155-157 ) memberikan defenisi tentang akksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan prasyiology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan diontologi, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.[4]

2.      Menurut Para Ahli
Terlepas dari asal kata aksiologi, berikut penulis paparkan beberapa pendapat para pakar mengenai defenisi aksiologi :
a.         Menurut Wibisono, aksiologi adalah nilai – nilai sebagai tolok ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu, juga merupakan bagian dari filasafat yang menaruh tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
b.        Menurut Suriasumantri aksiologi adalah nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
c.         Menurut Syafaruddin aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta hikmah pengetahuan tersebut  untuk kemaslahatan manusia.[5]
d.        Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika.
e.         Kattsoff ( 2004 : 319 ) mendefenisikan aksiologi  sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Kattsoff ( 2004 : 323). [6]
Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,  kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Dari defenisi-defenisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Landasan aksiologi adalah hubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapa disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam menigkatkan kualitas hidup manusia.
Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam menigkatkan taraf hidup manusia dengan memerhatikan kordat manusia, martabat manusia, dan kelestarian manusia.
B.     Cara Orang Menilai
Ada tiga cara orang umum menilai suatu pendapat atau pernyataan. Pertama, ia menilai berdasarkan ketidak tauannya tentang itu, ketidak tauannya itulah yagn dijadikan ukuran. Kedua, meniali dengan menggunakan pendapatnya sebagai ukuran. Ketiga,  menilai dengan menggunakan pendapat umumnya pakar sebagai alat ukur.
Sebagai contoh, ada orang mengatakan bahwa jin dapat disuruh. Orang tipe pertama lansung menyatakan “ itu tidak mungkin “ dan alasannya ialah memang ia tidak tau bahwa jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ketidak tauaanya ( dalam hal ini bahwa jin dapat disuruh ) yang dijadikan alasan menolak pernyataan itu. Aneh kan? Menolak pendapat pendapat dengan alasan ketidak tauhan bahwa iitu memang begitu.
Sebenarnya bila kita tidak tau hanya ada dua hal yagn layak dilakukan, pertama, diam, kedua, mempelajarinya.
Tipe kedua mengadakan studi tentang jin. Hasil yang ia peroleh menyatakan bahwa jin memang tidak dapat disuruh. Nah, pendapatnya inilah yang dijadikan alasan menolak pernyataan tadi ( jin dapat disuruh ). Cara kedua ini pun masih lemah. Lemah, karena ia sebenarnya tidak punya alasan, mandat, untuk menggunakan pendaptnya sebgai pengukur kebenaran suatu pernyataan. Dus, ia berpendapat berdasarkan pendapatnya. Tipe ketika adalah golongan yang sedikit, mereka mempelajari pendapat para ahli bidang jin. Mereka kumpulkan pendapat para pakar jin itu. Berdasarkan pendapat pakar pada umumnya mereka menerima atau menolak pernyataan bahwa jin dapat disuruh.
Jadilah orang tipe pertama : diam. Jadilah tipe kedua : mempelajarinya. Terbaik : jadilah tipe ketiga, yaitu mempelajarinya secara luas dan mendalam, lantas mengemukakan pendapat berdasrkan pendapat para pakar pada umumnya dalam bidang itu. [7]
C.     Nilai dalam aksiologi
Berbicara mengenai dengan aksiologi maka berbicara nilai dan nilai. Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu :
1.      Etika
a.       Defenisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa Latin mores , kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.[8]
 Di dalam etika tanggung jawab sosial seseorang ilmuan bukan bukan lagi memberikan informasi namun memberikan contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana harus bersikap obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, dan kalau perlu berani mengakui kesalahan.[9]
Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas masalah- masalah moral. Kajian etika lebih terfokus pada prilaku, norma dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu. Etika merupakan cabang filsafat tertua karena ia telah menjadi kajian menarik sejak masa Sokrates dan para kaum sophis. Di situlah dipersoalakan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagainya. Jadi, tema sentral yang menjadi pembicaraan dalam etika adalah nilai tentang betul dan salah dalam arti moral dan immoral. Etika juga dikenal sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Jika permasalahan jatuh pada “ tindakan” maka etika disebut sebagai filsafat praktis, sedangkan jika jatuh pada baik-buruk maka etika disebut filsafat normatif.
b.      Objek Etika
Objek etika adalah pernyatan- pernyataan moral yang merupakan perwujutan dari pandangan-pandangan dan persoalan- persoalan dalam bidang moral. Kalau dilihat, pernyataan moral pada dasarnya hanya dua macam pernyataan :
1)      Pernyataan tentang tindakan manusia.
2)      Pernyataan tentang manusia itu sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia, seperti motif-motif, maksud dan watak.
c.       Aliran dalam Etika
Dalam filsafat etika muncul beberapa aliran yang merupakan prestasi atau hasil akal para kaum filsafat, dan diantara aliran tersebut ada enam paling terkenal, yaitu :
1)      Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan menurutkan panggilan natur ( fitrah ) dari kejadian manusia itu sendiri. Pebuatan yang baik menurut aliran ini ialah perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun batin.
Cara pemikirannya tentang etika dalam aliran ini adalah sebagai berikut : didalam dunia ini segala sesuatu menuju satu tujuan saja. Dengan memenuhi panggilan naturnya masing-masing mereka menuju kebahagiaan yang sempurna. Benda mati dan tumbuhan menuju pada tujuan itu secara otomatis yakni tampa pertimbangan atau perasaan. Kalau hewan-hewann menuju tujuan dengan nalurinya maka manusia menuju tuuaannya itu dengan akal.
2)      Hedonisme
Menurut aliran ini perbuatan yang baik ( susila ) itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone ( kenikmatan atau kelezatan ). Dan contoh terkenal dari aliran ini adalah etika kaum epikurisme. ( mashab Epikuros dibangun oleh Epikuros : 341-270 SM ).
Meurut epikuros semua manusia ingin mencapai kelezatan ( hidone ). Begitu juga hewan ingin mencapai kelezatan. Dan semua didorong oleh watak manusia dan bukan disebabkan oleh pelajaran atau pemikiran akal. Dan karena semua sudah menjadi watak ( tabiat ) manusia ingin kepada kelezatan itu, maka diteruskan tujuan hidup manusia semua adalah mencari kelezatan. Dan karena kelezatan merupaka tujuan, maka semua jalan yang mencampai kepadanya adalah hal suatu yang utama atau berharga. Akal, pengetahuan serta kebijaksanaan dianggap keutamaan karena mereka juga jalan menuju kelezatan itu.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang lezat adalah baik, tetapi menurut Epikuros sebenarnya setiap yang lezat adalah baik. Dan semua jalan kepadanya juga baik.
3)      Utilitarisme
Aliran ini juga dinamakan utilisme atau utilitarianilisme. Semua ditarik dari utility yang berarti manfaat. Defenisinya, aliran utilitarisme ialah aliran yang menilai baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi manusia.
4)      Idialisme
Aliran idialisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah etika aliran idialisme ini berpendapat bahwa pebuatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab musabab lahir tetapi setia pebuatan manusia haruslah terikat pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
Contoh yang terbaik dari aliran ini adalah ajaran kantianisme ( ajaran Immanuel Kant, 1725-1804 ). Dalam hal etika Kant mempergunakan akal praktis. Akal yang praktis ini artinya dalam etika ialah akal yang menjadi pedoman untuk bertindak ( praktik ) sehari-hari untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat.

5)      Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya pebuatan manusia memekai ukuran ada tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan melangsungkan kehendak yang berkuasa dan sanggup mengendalikan dirinya selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah.
6)      Taeologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia itu diukur dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak. Amal perbuatan baik menurut aliran ini ialah amal perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab suci. Sedang perbuatan-perbuatan yang buruk ialah bertentangan dengan perintah Tuhan atau mengerjakan larangan-larangan Tuhan.

2.      Estetika
a.    Defenisi Estetika
Berasal dari bahasa Yunani aisthetika pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal yang biasa dirasakan lewat perasaan. Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan sebagai ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa.
Menurut Plato keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah. Bagi Plotinus keindahan itu merupakan pancaran akal ilahi. Bila yang hakikat ( ilahi ), ia menyatakan dirinya atau memancarkan sinar atau dalam realitas penuh, maka itulah keindahan.
b.    Prinsip estetika
Prinsip estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan pada antikuitas Hellenistik secar umum. Pada prinsip ini diberikan sebagai perinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan sensus mengenal kesatuan dalam kemajemukan.
c.    Kosnep estetika
Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek, suatu kejadia artistik dan estetik.
d.   Macam-macam estetika
Menurut Kattsoff macam estetika atau keindahan dibagi atas dua macam, yaitu :
1)      Keindahan sebagai rasa nikmat yang diobjektivasikan
Sebebnarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Sesungguhnya yang dinamakan warna sebuah objek ialah cara kita memberikan reaksi terhadap suatu rarngsangan. Kiranya pasti mudah dimengerti bahwa rasa nikma atau rasa sakit bersifat subjektif, karena kedua macam rasa tersebut tidak akan dimengerti secara masuk akal sebagai kualitas-kualitas yang terdapat pada objek yang lain. Tetapi orang dapat bayangkan keindahan yang terdapat pada objek yang lain. Artinya orang dapat memproyeksikan perasaannya, karena keindahan bersangkutan dengan rasa nikmat.
Sesungguhnya terdapat banyak rasa nikmat yang bukan merupakan bagian dari citra kita mengenai sesuatu objek, dan untuk membedakan antara rasa nikmat yang merupakan bagian dari citra mengenai suatu objek dan rasa nikmat yang bukan bagian dari citra maka diguakan kata ‘ keindahan’. Menurut Santayana “ keindahan merupakan rasa nikmat yang dianggap sebagai kualitas barang sesuatu. “ akibatnya, tidak mungkin ada keindahan yang terpisahkan dari pemahaman kita mengenai objek yang merupakan keindahan yaitu rasa nikmat tidak akan bermakna jika tidak dialami.
2)      Keindahan sebagai objek tangkapan akali
Sebagai berikut :
a)      Keindahan menimbulkan kesenangan pada akal
Ialah keindahan sesuatu objek yang dapat menimbulkan kesenangan pada akal, yang semata-mata karena keadaan sebagai objek tangkapan akali.
b)      Akal tercermin dalam keindahan
Akal senantiasa gelisah apabila menyadari bahwa dirinya kurang sempurna. Berdasarkan anggapan tersebut, maka salah satu syarat keindahan ialah harus ada keutuhan atau kesempurnaan.
c)      Keindahan ialah bentuk
Keindahan ialah bentuk yang menimbulkan kesenangan pada akal. Untuk mudahnya dapat dikatakan bahwa didalam bentuk terpancar pada materi, yang bersifat seimbang, tertib , dan sempurna itulah akal menemukan diri sendiri. [10]
D.    Hakikat Nilai
. Kattsoff ( 2004 : 323 ) menyatakan bahwa  pertanyaaan mengenai hakikat nilai dapat dijawab dengan dua macam cara yaitu :
·         Subyektifitas yaitu nilai sepenuhnya berhakikat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman. Suatu nilai menjadi suatu yang subyektif apabila subyek berperan dalam memberikan penilaian, dengan demikian selalu memperhatikan berbagai kesadaran manusia yang menjadi tolak ukur penilaian, dengan demikian selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal manusia seperti perasaan yang mengarah suka dan tidak suka atau senang dan tidak senang.
·         Obyektifitas dikatakan obyektif jika nilai tidak tergantung pada subyek atau kesadaran dalam menilai tolak ukur pada suatu gagasan berada pada obyeknya bukan pada subyeknya yang melakukan penilaian. Obyektifitas yang logis yaitu nilai merupakan kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.  Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Dimana seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran bersifat idiologis, agama, dan budaya, berbeda dengan Obyektivisme pada masa sekarang dimana semuaanya dipertanyaakan dengan keadaan sebenarnya karena ilmu sangat berbeda sekali dengan  fakta, yang bersifat obyektif dan netral tetapi imu adalah fakta dan penjelasan seseorang ilmuan. Dalam hal ini diduga adanya kesadaran keilmuan baik yang berasal dari idiology, budaya, lingkungan social maupun agama.[11]
Nilai itu obyektif atau kah subyektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subyektif,apabila subjek sangat berperan dalam segala hal,kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya,maknanya dan vvaliditasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis . dengan demikian ,nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia ,seperti perasaan intelektualitas dan hasil nilaai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau  tidak senang ,misalnya seseorang  melihat matahari yang sedang terbenam di sore hari ,akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karna melihat betapa indahnya matahari terbenam itu .ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain akan memliki kualitas yang berbeda .
Nilai itu objektif,jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.nilai objektif muncul karna adanya pandangan dalam filsafat tentang objektifisme. Objektifisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,sesuatu yang memiliki kadarr secara realitas benar benar ada ,misalnya kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu ,melainkan pada objektifitas fakta,kebenaran.
Nilai dalam ilmu pengetahuan . seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topic penelitiannya,bebas dalam melakukan eksprimen-eksperimen.kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya.[12]

 IV.            KESIMPULAN
Aksiologi berasal dari kata Yunani kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang  berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai dan juga dipahami sebagai teori nilai.
para pakar mengenai defenisi aksiologi :
a.                   Menurut Wibisono, aksiologi adalah nilai – nilai sebagai tolok ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu, juga merupakan bagian dari filasafat yang menaruh tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
b.              Menurut Suriasumantri aksiologi adalah nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
c.               Menurut Syafaruddin aksiologi adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta hikmah pengetahuan tersebut  untuk kemaslahatan manusia.[13]
d.              Adapun Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika.
e.              Kattsoff ( 2004 : 319 ) mendefenisikan aksiologi  sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Kattsoff ( 2004 : 323). [14]
Ada tiga cara orang umum menilai suatu pendapat atau pernyataan. Pertama, ia menilai berdasarkan ketidak tauannya tentang itu, ketidak tauannya itulah yagn dijadikan ukuran. Kedua, meniali dengan menggunakan pendapatnya sebagai ukuran. Ketiga,  menilai dengan menggunakan pendapat umumnya pakar sebagai alat ukur.
Berbicara mengenai dengan aksiologi maka berbicara nilai dan nilai. Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yaitu :
1.      Etika
a.       Defenisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa Latin mores , kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.[15]

2.      Estetika
b.      Defenisi Estetika
Berasal dari bahasa Yunani aisthetika pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal yang biasa dirasakan lewat perasaan. Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni.

    V.            DAFTAR PUSTAKA

Adib Muhammad, Filsafat Ilmu,  yogyakarta, pustaka pelajar, 2014
Albani Muhammad Nasution Syukri, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review, Medan, Citapustaka media, 2013.

Albani Muhammad Nasution Syukri, dan Haris Muhammad Rizki, Filsafat Ilmu,  Depok, rajawali pers, 2017
            Bakhtiar Amsal, filsafat ilmu, Jakarta, Rajawali pers, 2013
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, Jakarta, CV muliasari, 2014
Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu mengurai ontologi, epistimologi, dan aksiologi pengetahuan, Bandung, remaja rosdakarya


[1] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm.85-86
[2] Amsal Bakhtiar, filsafat ilmu, ( Jakarta, Rajawali pers, 2013 ) hal 164-165
[3] Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, ( yogyakarta, pustaka pelajar, 2014 ) hlm. 76-77
[4] Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,( Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[5] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm. 86
[6] Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,( Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[7] Ahmad Tafsir,Filsafat Ilmu mengurai ontologi, epistimologi, dan aksiologi pengetahuan, ( Bandung, remaja rosdakarya, 2016 ) hlm. 106-107
[8] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm 87
[9] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer, ( Jakarta, CV muliasari, 2014 ) hal 244
[10] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm. 85-96
[11] Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,( Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67-68
[12] Amsal Bakhtiar, filsafat ilmu, ( Jakarta, Rajawali pers, 2013 ) hal 166

[13] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm. 86
[14] Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Ilmu telaah atas buku filsafat ilmu karya Jujun S. Suriasumantri, beberapa catatan ajar dan book review,( Medan, Citapustaka media, 2013 ) hlm. 67
[15] Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, ( Depok, rajawali pers, 2017 ) hlm 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar